Minggu, 23 Juni 2013

kerjasama politik antara vientam dan indonesia dan kemiskinannya

Executive Summary
Crackerjack Sektor Pertanian
Indonesia – Vietnam



I.     KEADAAN UMUM

1.    Republik Sosialis Vietnam (RSV) terletak disemenanjung Indocina, yang berbatasan di sebelah utara dengan RRC, di sebelah timur dan selatan dengan Laut Cina Selatan serta sebelah barat dengan Laos dan Kamboja.

2.    Sumber pendapatan ekspor utama negara Vietnam antara lain meliputi : minyak mentah, beras, produk pertanian dan pertambangan batubara.


II.    HUBUNGAN POLITIK

3.    Pertama kali dibuka hubungan politik RI - Vietnam dibuka pada tingkat konsulat pada tanggal 30 Desember 1955. Pada tanggal 10 Agustus 1965 hubungan RI- Vietnam ditingkatkan menjadi Kedutaan Besar, namun setelah peristiwa G-30 S / PKI, Vietnam menarik Duta Besarnya di Jakarta yang kemudian diikuti oleh Indonesia menarik Duta Besarnya di Hanoi dan pada Tahun 1973 kedua negara menempatkan kembali Duta Besarnya masing-masing di Jakarta dan Hanoi.

4.    Indonesia telah membuka perwakilan pada tingkat Konsulat Jenderal pada bulan Mei 1993 di Ho Chi Minh City dengan persetujuan Pemerintah Vietnam guna meningkatkan hubungan bilateral RI - Vietnam.

5.    Hubungan baik di bidang politik secara kongkrit antara lain tercermin dalam hal-hal sebagai berikut :

a.    Penghargaan oleh Vietnam terhadap bantuan beras Indonesia pada tahun 1986, sewaktu Vietnam mengalami kekurangan pangan.

b.    Dukungan Vietnam terhadap terpilihnya Indonesia sebagai Ketua Non-Blok.

c.    Bantuan Indonesia didalam usaha penanganan program keluarga berencana, saran kebijaksanaan dalam bidang perminyakan, investasi, perbankan dan transpor.

d.    Dukungan Indonesia terhadap keinginan Vietnam untuk menandatangani ASEAN Treaty of Amity and Cooperation.

e.    Bantuan-bantuan Indonesia lainnya kepada Vietnam berupa training dan pengembangan sumber daya manusia.

f.     Berbagai kunjungan para pimpinan dan pejabat tinggi kedua negara yang mencapai puncaknya dengan kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto ke Vietnam pada bulan November 1990 yang dinilai oleh pihak Vietnam sebagi kunjungan bersejarah pertama tokoh non-sosialis ke Hanoi sejak tahun 1975.
g.    Kunjungan terpenting yang dilakukan Vietnam adalah kunjungan PM Vietnam yang baru, Vo Van Kiet ke Indonesia pada tanggal 24 - 27 Oktober 1991.
III.   KERJASAMA INVESTASI

6.    Selama tahun 1992 total investasi Indonesia di Vietnam mencapai US $ 102,6 Juta, sedangkan investasi negara-negara ASEAN di Vietnam pada tahun yang sama berjumlah US $ 407,6 Juta atau 10 % dari seluruh PMA di Vietnam. Pada tahun 1993, investasi Indonesia di Vietnam telah mencapai US $ 158 Juta, peringkat ke -2 diantara negara-negara ASEAN.


IV.  KERJASAMA PERDAGANGAN

1.    Kerjasama perdagangan RI - Vietnam dilandasi oleh persetujuan dagang yang ditandatangani di Hanoi tanggal 8 Nopember 1978 yang merupakan pembaharuan persetujuan dagang tahun 1957, sedangkan persetujuan kerjasama ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknik ditandatangani di Hanoi tanggal 29 November 1990.

1.    Komoditi ekspor Indonesia ke Vietnam terutama adalah pupuk (72,4 %), biji minyak (16,7 %) dan katun (3,4%)


V.   KERJASAMA PERTANIAN

9.    Dasar kerjasama Indonesia - Vietnam di sektor pertanian yaitu telah ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MOU) di sektor pertanian pada tanggal 12 Desember 1992 di Hanoi dengan lebih ditekankan pada :

n  Pertukaran tenaga ahli untuk meningkatkan teknologi dan informasi teknik pertanian.
n  Pertukaran penelitian, training dan study banding
n  Joint venture dalam bidang produksi, pemrosesan dan pemasaran komoditi pertanian.

10.  Pada bulan April 1994 telah diadakan pertemuan dengan Delegasi Presiden Vietnam di Jakarta, dimana Pemerintah Vietnam menyatakan minatnya untuk belajar dari pengalaman Indonesia dalam bidang pembangunan pertanian pada umunya dan IPTEK pertanian, peternakan dan pertambakan udang pada khususnya.

11.  Dalam perkembanganya 7 tahun terakhir ini, Vietnam merupakan salah satu eksportir           beras utama di dunia dengan mengekspor 3 juta ton beras/tahun.

12.  Pada tanggal 21 - 26 Maret 1995 telah diadakan sidang Komisi Bersama Indonesia Vietnam. Dalam pertemuan tersebut telah disepakati untuk memberikan perhatiannya dalam peningkatan komoditi pertanian, khususnya beras dimasing-masing negara.

10. Pemerintah Vietnam mengusulkan kepada pemerintah Indonesia untuk mengadakan Counter Trade/imbal beli, dimana komoditi yang ditawarkan oleh pihak Vietnam adalah beras, sementara yang diharapkan dari pemerintah Indonesia adalah Pupuk. Hal ini telah disampaikan kepada KBRI di Hanoi pada bulan Mei 1998.





VI.  KOMITMEN BANTUAN VIETNAM KEPADA INDONESIA

14.  Dalam menghadapi krisis di Indonesia pihak Veitnam menyatakan bersedia untuk memberikan bantuan beras sebanyak 10.000 ton dengan sistem pembelian harga khusus yaitu US $ 260/TM FOB Hai Phong Port dengan jangka pembayaran 1 tahun dihitung sejak pengapalan terakhir.



VII. LAPORAN KHUSUS PRODUKSI DAN EKSPOR HASIL PERTANIAN VIETNAM

Berdasarkan berita faksimil dari KBRI di Hanoi, Vietnam, tanggal 07 Juni 2002 Nomor : BB-122/HANOI/VI/02, telah diterima laporan tentang potensi produksi dan ekspor hasil-hasil pertanian  Vietnam sampai dengan akhir Mei 2002. Laporan selengkapnya antara lain adalah  :


1.   Berdasarkan laporan Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Vietnam (MARD), jika dibandingkan dengan periode yang sama dengan tahun lalu, maka lima bulan pertama tahun 2002 nilai ekspor hasil pertanian dan hutan mengalami penurunan sebesar 11%. Penurunan ekspor hasil pertanian dan hutan tersebut terutama sekali sebagai akibat dari keadaan cuaca/iklim yang menyebabkan kerusakan tanaman padi dan tumbuhan lainnya di delta Sungai Mekong dan Propinsi Tay Nguyen serta di kawasan sebelah tenggara Vietnam. Hal lain yang menjadi penyebab turunnya nilai ekspor hasil pertanian dan hutan Vietnam adalah jatuhnya harga produk pertanian dan hutan di pasar internasional.

2.   Meskipun harga hasil pertanian dan hutan mencapai US.$.209/ton atau meningkat 33% jika dibandingkan dengan tahun lalu, akan tetapi dari hasil ekspor beras sebesar 1,2 juta ton, penerimaan negara hanya mencapai US.$ 260 juta. Penurunan produksi di Propinsi bagian utara Vietnam dan meningkatnya harga beras musim tanam “Winter Spring”  di Vietnam bagian selatan telah mempengaruhi pembelian beras untuk diekspor. Apabila produksi beras untuk musim tanam “Summer-Autumn” dan “Summer-Winter” tahun 2002 ini berhasil dengan baik, Vietnam akan dapat memproduksi beras lebih dari 32 juta ton. Tiga juta ton diantaranya akan ekspor ke negara-negara lain : ke Timur-Tengah dan Afrika.

3.   Disamping itu, dapat dikemukakan pula bahwa mengenai perkembangan produksi hasil pertanian lainnya sebagai berikut :

 

I.          KOMODITI PERKEBUNAN  

 

a)         Kopi

 

Dalam lima bulan pertama tahun 2002, Vietnam telah mengekspor 341.000 ton kopi senilai  US.$ 123 juta.  Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, maka volume kopi Vietnam  mengalami penurunan sebesar 28% atau mengalami penurunan nilai sebesar 45%. Diperkirakan pada tahun ini, para petani kopi dapat memproduksi 600.000 ton biji kopi atau mengalami penurunan 33% jika dibandingkan dengan tahun lalu.

 





b)         Teh 

 

Dalam lima bulan pertama tahun 2002, Vietnam telah mengekspor 16.000 ton teh dengan nilai U.S.$ 16 juta. Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, maka dalam lima bulan terakhir tahun 2002 terjadi peningkatan volume sebesar 36% dan kenaikan pendapatan ekspor sebesar 22%.

 

c)         Kacang Mede dan Lada

 

Dalam lima bulan pertama tahun 2002, Vietnam telah mengekspor kacang mede  sebesar 16.700 ton dengan nilai U.S.$ 55 juta. Meskipun terjadi peningkatan terhadap volume ekspor sebesar 34%, namun kenaikan penerimaan sekitar 15% jika jika dibandingkan tahun lalu. Hali ini disebabkan jatuhnya harga kacang mede  di pasar internasional. Demikian pula halnya dengan Lada . Dalam lima bulan pertama tahun 2002 Vietnam telah mengekspor 30.000 ton Lada   senilai U.S.$ 39 juta.

d)       Karet

Perbaikan kembali perekonomian global telah meningkatkan permintaan terhadap produksi karet. Kenaikan permintaan dunia tersebut mempengaruhi peningkatan produksi dan ekspor. Diperkirakan produksi latex  akan mencapai 320.000 ton pada tahun 2002 atau meningkat 3% jika dibandingkan dengan dengan tahun lalu. Dalam lima bulan pertama tahun 2002 ini, ekspor karet telah  154.000 ton dengan nilai sekitar U.S.$ 77 juta. Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, maka volume ekspor karet meningkat 61% dan pendapatan dari ekspor karet ini juga meningkat 41%.

II.         KOMODITI  HORTIKULTURA.

Sayuran dan buah-buahan.

Kemajuan yang besar terlihat dalam produksi sayuran dan buah-buahan khuhusnya  dalam mutu dan peng-anekaragaman  jenis sayuran dan buah-buahan. Propinsi yang berada di bagian selatan Vietnam telah menjadi penyangga pertanian termasuk padi, buah-buahan seperti mangga, water melon, leci, rambutan dan lain sebagainya. Namun demikian pendapatan ekspor dari sektor ini dalam lima bulan pertama tahun 2002 hanya mencapai U.S.$ 97 juta atau mengalami penurunan sebesar 29% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Penurunan ini terutama sekali adanya hambatan ekspor ke China yang merupakan pasar buah-buahan dan sayuran bagi Vietnam. China telah memberlakukan peraturan baru untuk mengawasi impor buah-buahan dan sayuran.

III.        KEHUTANAN           

 

            Produk hasil Hutan.

 

Pendapatan ekspor dari hasil hutan khususnya dari peralatan rumah tangga dari kayu, bambu dan rotan serta kayu dalam lima bulan pertama tahun 2002 mencapai U.S.$ 151 juta atau meningkat 21% jika dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

 

4.   Untuk mengembangkan produksi dan mendorong ekspor, Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan (MARD) telah memformulasikan kebijakan jangka pendek dan jangka panjang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan seperti antara lain :


a)         Berkaitan dengan produksi beras, nanas, teh dan karet yang mempunyai lahan yang tetap, Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan (MARD) telah menginstruksikan agar para eksportir menandatangani kontrak produksi dengan para petani. Para petani beras diminta untuk melaksanakan kebijakan ektensifikasi pertanian dengan menggunakan bibit padi varietas unggul yang tahan hama, penggunaan pupuk, dan pembasami hama serta jaringan irigasi. Dalam hal ini, para pejabat penyuluh pertanian tingkat lokal juga diminta untuk membantu petani dalam pengetahuan yang diperlukan oleh petani serta informasi mengenai tanam pertanian intensif termasuk penataan kembali lahan untuk tanaman kopi, teh kacang mede dan lada.
        
b)   Bekerjasama dengan Kementrian Perdagangan dan instansi terkait lainnya untuk mencari pasar-pasar baru bagi hasil pertanian dan hutan di luar negeri.

c)   Pelaksanaan program-program dalam upaya peningkatan kemampuan bagi para pejabat pada tingkat pusat, lokal dan tingkat pelaksana dilapangan, serta melaksanakan sistem pengawasan terhadap standar mutu, guna meningkatkan citra barang produksi Vietnam  dalam pasar internasional.


Pengamatan KBRI di Hanoi.      

5.    Dalam upaya mengatasi penurunan pendapatan ekspor dari komoditi pertanian dan hutan yang merupakan dampak dari penrunan harga komoditi tersebut dalam pasar internasional, nampaknya pemerintah Vietnam dalam hal ini Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan (MARD) Vietnam telah mengambil beberapa kebijakan yang dapat mendorong pendapatan ekspor dari sektor ini seperti antara lain : perbaikan mutu hasil pertanian, pemberian dukungan kepada petani, mengupayakan jaminan penjualan hasil pertanian dengan melakukan kontrak antara eksportir dengan para petani dan lain sebagainya.

6.    Mengingat produk pertanian Indonesia dan Vietnam mempunyai kesamaan, seperti karet, lada, dan kopi,  maka upaya pemerintah Vietnam tersebut kiranya dapat disikapi dengan cermat dan dipergunakan sebagai salah satu masukan dalam menyusun strategi dan kebijakan pengembangan ekspor komoditi non-migas ke negara-negara tujuan ekspor Indonesia.  











VIII.      LAPORAN KHUSUS TENTANG UPAYA VIETNAM DALAM
PEMBANGUNAN PEDESAAN TERMASUK PENGENTASAN KEMISKINAN

Berdasarkan berita faksimil dari KBRI di Hanoi, Vietnam, tanggal 10 Juni 2002 Nomor : BB-125/HANOI/VI/02, telah diterima laporan khusus tentang upaya Vietnam dalam program “Pembangunan Pedesaan termasuk Pengentasan Kemisiknan”.  Laporan selengkapnya antara lain adalah  :

i.              Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Vietnam (MARD), Le Huy Ngo, telah mengadakan pertemuan dengan anggota “The International Support Group (ISG)”  pada tanggal 7 Juni 2002 di Hanoi. Pertemuan tersebut telah dihadiri oleh UNDP, Bank Dunia, Program Pangan Dunia (WFP), Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Organisasi Internasional lainnya. Dalam pertemuan tersebut,  Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Vietnam (MARD) telah menyampaikan antara lain : bahwa pemerintah Vietnam berkeinginan agar sektor pertanian dapat berintegrasi kedalam perekonomian regional dan internasional, serta mempunyai kekuatan dalam menuju industrialisasi dan modernisasi termasuk untuk mengurangi kemiskinan di pedesaan.

ii.             Pemerintah Vietnam akan memanfaatkan sumber dana dan sumber daya manusianya guna mencapai tujuan diesektor pertanian tersebut,. Untuk itu, pemerintah Vietnam sangat mengharapkan agar organisasi internasional dapat memberi bantuan teknik dan keuangan melalui program pembangunannya, terutama sekali untuk pengembangan sarana dan prasarana di pedesaan, alih teknologi serta memajukan proyek pertanian dan kehutanan.

iii.            Untuk  mendukung proses pengurangan tingkat kemiskinan, perlu dilakukan langkah-langkah koordinasi oleh semua pihak yang terkait. Dalam kaitan ini, ADB menawarkan bantuan khususnya dalam upaya pengentasan kemiskinan dengan melalui perbaikan kebijakan pemerintah diberbagai bidang dan investasi langsung, mempromosi upaya untuk penganekaragaman tanaman pertanian serta penggunaan teknologi maju. Sehubungan dengan itu, ADB merencanakan untuk memberikan bantuan dana bagi pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM/SME’s) utamanya di pedesaan.

iv.           Disamping itu, dalam rangka penghapusan kemiskinan, pada tanggal 25 Pebruari 2002 yang lalu telah dilakukan penandatangan “Persetujuan Kemitraan untuk Penghapusan Kemiskinan”   antara pemerintah Vietnam yang diwakili oleh Gubernur Bank Sentral Vietnam, Mr. Le Duc Thuy  dengan Wakil Presiden Asia Development Bank (ADB), Mr. Myong Ho Shin.  Persetujuan tersebut menetapkan kebijakan jangka panjang didalam upaya mengentaskan kemiskinan termasuk tujuan, target, strategi secara rinci dan prioritas kerjasama yang akan dilakukan antara pemerintah Vietnam dan ADB untuk mencapai tujuan yang dimaksud.

v.            Perjanjian tersebut juga mengidentifikasikan bantuan ADB terhadap pemerintah Vietnam dalam mencapai sasaran-sasaran yang selaras dengan tujuan pembangunan sumber daya manusia. Sasaran yang hendak dicapai tersebut juga telah dicantumkan dalam program pengentasan kemiskinan dan strategi pembangunan ekonomi pemerintah Vietnam.

vi.           Sejalan dengan strategi baru pemerintah Vietnam yang disahkan pada bulan Januari 2002, ADB akan memusatkan perhatian pada empat pilar utama  dalam membantu menghapuskan kemiskinan sebagai berikut :


1.    Pertumbuhan yang berlanjut melalui pembangunan pedesaan dan pengembangan sektor swasta dengan meusatkan perhatian terhadap peningkatan produkstifitas pertanian, peningkatan pendapatan dan pengembangan Usaha Kecil dan Menengah.


2.    Dalam setiap kegiatan ADB di Vietnam, akan mencantumkan pembangunan Sosial yang sejalan dengan masalah kemisikinan, gender, dan suku terasing/terpencil dengan penekanan terhadap pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui program pendidikan dan kesehatan.


3.    Mendukung adanya Pemerintahan yang baik dewngan penekanan khusus terhadap pelaksanaan reformasi administrasi umum dan kepegawaian.


4.    Memusatkan perhatian pada propinsi-propinsi termiskin di Vietnam bagian Tengah dengan melalui proyek peningkatan lingkungan hidup dalam masyarakat dan meningkatkan prasarana didaerah tersebut.


vii.          Pada tahun 2001 ADB telah menyetujui pinjaman untuk membiayai pembangunan pada sektor umum di Vietnam sebesar US.$ 243,1 juta. Dana ini digunakan untuk membiayaai proyek-proyek sebagai berikut :

1.    Second Red River Basin Sector Project” sebesar US.$ 70 juta.

2.    The Provincial Town Water Supply and Sanitation” sebesar US.$ 60 juta.

3.    Cetral Region Livelihood Improvement Project” sebesar US.$ 43,1 juta.

4.    Provincial Roads Improvement Project” sebesar US.$ 70 juta. 
       
Penandatangan pinjaman tersebut masing-masing dilakukan pada tanggal 8 Januari 2002 untuk proyek yang pertama dan tiga proyek lainnya ditandatangani pada tanggal 2 April 2002.


viii.         Bantuan dana ADB pada sektor pertanian dan pembangunan pedesaan menurut rencana akan diperluas ruang cakupannya dengan mencantumkan bantuan untuk industri pertanian swasta dan sejumlah kecil dana bagi petani kecil dan miskin dan lain sebagainya. Sedangkan pengentasan kemiskinan akan dilanjutkan melalui proyek-proyek yang terdapat diberbagai propinsi di Vietnam bagian Tengah.



ix.           Sebagai ilustrasi dapat kami sampaikan Pertumbuhan Indikator Ekonomi Vietnam 2002-2003 yang diperkirakan oleh ADB sebagai berikut :


Vietnam Major Economic Indicators, 2002-2003
(Based on ADB’s Predict)
Nomor

Urut


2002
2003
1.
GDP Growth
6,2
6,8
2.
Gross Domestic Investment/GDP
26,8
28
3.
Gross National Saving/GDP
27,1
27,8
4.
Inflation Rate (Consumer Price Index)
3
4
5.
Money Supply (M2) Growth
25
26
6.
Fiscal Balance/GDP
-5,4
-6,5
7.
Merchandise Export Growth
8,5
12
8.
Merchandise Import Growth
10
13
9.
Current Account Balance/GDP
0,3
-0,2
10.
Debt-Service Ratio
8,3
6,8
Sumber : Bank Pembangunan Asia (ADB)


Pengamatan KBRI

i.              Pemerintah Vietnam sedang berupaya keras untuk mengentaskan kemiskinan penduduknya terutama sekali yang berada didaerah pedesaan dan pegunungan. Untuk upayanya tersebut pemerintah Vietnam dibantu oleh negara-negara donor dan organisasi keuangan internasional seperti  ADB. Pengurangan tingkat kemisikinan penduduk lebih difokuskan pada peningkatan tingkat social ekonomi para petani miskin dan kecil termasuk tingkat pendapatannya. Untuk hal ini proyek-proyek pengentasan kemiskinan tersebut ditujukan juga untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya seperti peningkatan pendidikan, keahlian dan penerapan-penerapan teknologi tepat guna dan maju.

ii.             Menyadari bahwa pengentasan kemiskinan memerlukan waktu cukup lama, maka pemerintah Vietnam telah mencantumkan upaya pengentasan kemiskinan ini dalam program pembangunan Sosial Ekonomi tahun 2001-2005 dan Program dan Strategi Pembangunan Sosial Ekonomi Vietnam tahun 2001-2010. Program dan Strategi Pembangunan Sosial Ekonomi Vietnam yang dituanghkan dalam program dan strategi pembangunan jangka pendek (tahunan) selalu dievaluasi dfua kali dalam setahun, yaitu sekitar bulan Juni/Juli dan Nopember/Desember dalam tahun yang berjalan, dengan mengikutsertakan negara-negara donor, lembaga keuangan internasional dan perwakilan negara-negara asing di Vietnam.

iii.            Perkembangan upaya pemerintah Vietnam dalam pengentasan kemiskinan tersebut kiranya dapat dijadikan salah satu masukan bagi instansi terkait dalam menyusun program pengentasan kemiskinan di Indonesia. 


IX.        “The 4th International Symposium on Hybrid Rice”
Hanoi, Vietnam, 14-17 Mei 2002

Pada tanggal 14-17 Mei 2002 di Hanoi, Vietnam telah diselenggarakan “Simposium International Padi Hybrida” dengan thema ”Hybrid Rice Vigor in Rice for Food Security, Poverty Alleviation and Environment Protection”

Penyelenggara Simposium tersebut adalah International Rice Researh Institute (IRRI) bekerjasama dengan Departemen Pertanian dan Pengembangan Pedesaan –Vietnam. Sponsor utama kegiatan ini adalah “Asian Development Bank”dan IRRI, sedangkan Co-sponsor adalah FAO, China National Hybrid Rice Research and Development Centre (CNHRRDC), dengan dukungan pembiayaan dari : Rice-Tec-USA, S.M. Sehgal Family Foundation-India, ICAR-UNDP Project on Hybrid Rice-India serta Xiangfan Chia Tai Agric.Dev.Co, China.        

Pada kesempatan tersebut, Indonesia menyampaikan Country Report tentang “Hasil Penelitian Balai Penelitian Padi (Balitpa) Sukamandi” dan “Pengembangan Padi Hybrida di Indonesia melalui Proyek FAO-TCP/INS/8921”

Situasi pemanfaatan padi hybrida saat ini :

1.   Cina

1.    Three-Line Hybrid
2.    Luas pertama padi hybrida di China 15,5 juta ha/musim tanam (50% luas area sawah)
3.    Hasil 60% total produksi padi
4.    Produksi benih padi hybrida 3,0-4,5 ton/ha (padi pertanaman luas/large scale)

a.    Two-Line Hybrid  

China sudah mencapai kemajuan pesat dalam penelitian two-line hybrid. Beberapa nomor galur PTGSM sudah ditemukan, sasat ini 20 varietas padi hybrida two-line sudah dilepas ke petani dengan luas area 2,67 juta ha (+  17,2% total luas sawah). Kelebihan produksi untuk two-line hybrid adalah 5-10 % lebih tinggi dari three-line hybrid.

2.    I n d i a    
           
a.      Padi hybrida yang telah dilepas sebanyak 16 varietas
b.      Luas area : 200.000 ha/tahun
c.      Rata-rata produksi benih F1: 2,0 ton/ha
d.      Rata-rata produksi benih : 3.000 ton/tahun, dari jumlah tersebut 90% diproduksi oleh produsen/penangkar swasta
e.      Untuk pengembangan padi hybrida ditingkat petani, pemerintah India membuat program 5 tahun (2002-2007) melalui demonstrasi dan training
f.       Rata-rata produksi benih untuk skala luas : 2,5 ton/ha
g.      Taeget penggunaan padi hybrida : 3-4 juta ha/tahun untuk program ketahanan pangan.

3      Philippina

a.       Sumber daya manusia yang sudah dilatih 1.000 orang;


b.       Varietas Mestizo mempunyai kelebihan produksi 1,2-1,3 ton/ha dibanding  varietas standar ;



c.       Sektor swasta sangat berperan dalam pengembangan padi hybrida dibidang  pemuliaan, produksi benih dan promosi teknologi;

d.       Target are ayang dicanangkan pemerintah :
  Tahun 2002 = 135.000 ha.
  Tahun 2003 = 200.000 ha
  Tahun 2004 = 300.000 ha.


4.         Vietnam  

a.       Kemajuan pesat telah dicapai Vietnam dibidang penelitian, pengembangan, dan penggunaan padi hybrida secara komersial
b.       Produksi benih hybrida 2,0 ton/ha, produksi padi hybrida 8-10 ton/ha
c.       Two-line hybrid (Peiai 64 S/Teqing, Peiai 64 S/R49 dan Peiai 64 S/R77) yang sudah dikembangkan di Vietnam dengan karakteristik :
i.   Umur pendek
ii.   Produksi tinggi
iii.   Rasa nasi enak
iv.   Daya adaptasi luas
d.        Dengan telah digunakan benih padi hybrida secara komersial, Vietnam yang pada tahun 1998 masih berstatus sebagai negara pengimpor beras, dalam jangka 3 tahun, tahun 2000 dan 2002 sudah berhasil mengekspor beras sejumlah 4 juta ton/tahun. Ditargetkan ekspor akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang.

5.         Indonesia  

Situasi pengembangan padi hybrida di Indonesia saat ini :

a.   Pelepasan varietas
7 (tujuh) varietas padi hybrida sudah dilepas, yaitu :
PT. Kondo : MIKI I, MIKI II dan MIKI III (benih masih diimpor dari Jepang, dan ada kesulitan pemasukannya di Karantina)
PT. BISI : INTANI I dan INTANI II (varietas hybrida nasional, restorer yang digunakan dari Indonesia), saat ini PT BISI sedang memproduksi benih dalam skala luas.
Balitpa : MARO dan ROKAN (varietas introduksi dari IRRI, namun sudah diuji secara luas di Indonesia dan benih diproduksi di Indonesia), saat ini stok benih masih sedikit, penanaman dalam skala luas kerjasama dengan PT. Sang Hyang Seri pada MK.2002 tidak sesuai dengan harapan (sinkronisasi rendah).

b.    Uji adaptasi masih terus dilaksanakan terhadap benih padi hybrida dari :
ii.     PT. Sutowido : introduksi dari India, dalam waktu dekat akan dilepas 2 varietas
iii.   PT. Bangun Pusaka : introduksi dari China, kerjasama dengan Institute Yuan Longping, RRC. Dalam waktu dekat akan dilepas 2-3 varietas.





1.    Saran-saran :

Mempelajari laporan negara lain seperti China, India dan Philippina, apabila dibandingkan dengan situasi padi hybrida di Indonesia saat ini, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia jauh tertinggal dalam pengembangan padi hybrida.

Untuk itu perlu segera diambil kebijakan sebagai berikut :

1.    Penanganan yang serius secara terpadu dari instansi terkait, baik pemerintah maupun swasta.
2.    Sosialisasi kepada petani tentang manfaat penggunaan padi hybrida secara intensif.
3.    Dukungan pemerintah dalam penyediaan sarana dan prasarana.
4.      Perlu dibentuknya “Forum Strategi Perencanaan Pengembangan Padi Hybrida” di Indonesia.     

Negara-negara peserta simposium  


No.
N e g a r a
Jumlah peserta
1.
Australia
1 orang
2.
Bangladesh
7 orang
3.
Belgia
1 orang
4.
Brazil
2 orang
5.
China
56 orang
6.
Columbia
2 orang
7.
Mesir
2 orang
8.
India
29 orang
9.
Indonesia
4 orang
10.
I r a n
4 orang
11.
I R R I
16 orang
12.
Jepang
11 orang
13.
Korea Utara
2 orang
14.
Korea Selatan
3 orang
15.
Malysia
1 orang
16.
Myanmar
1 orang
17.
Papua New Guinea
1 orang
18.
Philippina
8 orang
19.
Rusia
1 orang
20.
Sri Lanka
3 orang
21.
Thailand
2 orang
22.
U S A
5 orang
23.
Vietnam
31 orang
               

Invite/ind-thai/viet